Pages

Jumat, 11 Oktober 2019

#mypregnantstory2

Dalam masa penantian selama dua tahun itu, tentu saja banyak ikhtiar yang aku dan suami lakukan...

Di masa awal pernikahan, setelah tiga bulan menikah, aku coba rutin minum susu Prenagen Esensis, katanya baik untuk mempersiapkan kehamilan.

Setelah usia pernikahan memasuki lima-tujuh bulan dan si tamu bulanan masih rutin datang, aku mulai mencari tahu tentang program kehamilan. Dapatlah info, bahwa susu formula itu harus dibarengi dengan mengonsumsi asam folat dan vitamin E, kemudian sesuai info dari berbagai sumber maka Folavit dan Ever E jadi pilihan untuk dikonsumsi. Dengan harapan jadi jalan ikhtiar yang tepat.

Ternyata sebulan, dua bulan, tiga bulan kemudian masih belum ada tanda-tanda keberhasilan.

Mencari informasi dari banyak sumber, bismillah kembali mencoba ikhtiar dengan rutin minum seduhan serbuk buah zuriyat dan kurma muda. Memang banyak sekali testimoni keberhasilan. Apalagi kedua buah ini berasal dari Tanah Arab yang mudah-mudahan khasiatnya lebih tokcer. Ternyata Allah masih ingin melihat ikhtiar dan mendengar doa-doa kita.

Sambil melanjutkan ikhtiar zuriyat tersebut, kami pun mencoba promil di salah satu bidan. Waktu itu kami ditawari untuk mengikuti program infertil.
Programnya dilakukan selama satu bulan sekali dan maksimal dilakukan selama enam bulan.

Jadi, tiap bulan itu aku disuruh dateng ke bidan. Setelah diperiksa tekanan darah, berat badan, dll  kemudian disuntikan semacam obat penyubur.  Setelah itu diberi obat untuk suami dan istri. Biayanya sekitar 350k untuk satu kali kunjungan.

Qadarullah, setelah tiga bulan, masih belum juga Allah kabulkan saat itu. Apakah kami lanjutkan sampai enam bulan? Dengan kesepakatan bersama, kita memutuskan untuk tidak melanjutkan program tersebut.

Hingga akhirnya, usia pernikahan kami sampai pada satu tahun. Meski kita sadar bahwa harusnya hal ini kita lakukan di awal masa pernikahan, tapi kami rasa tidak salah juga kami lakukan sekarang. Kami pun melakukan pemeriksaan ke dokter. Dokter bilang, tidak ada yang salah dengan kita. Semua baik-baik saja.

(Bersambung...)


#mypregnantstory

Subhanallah Walhamdulillah..

Aku yakin, bagi siapapun pengalaman menanti, menunggu, atau apapun namanya itu bukan hal yang menyenangkan..

Termasuk menanti kehamilan yang menjadi kabar bahagia bagi setiap pasangan. Tahu gak? Bapernya saat lihat pasangan lain yang langsung dikasih keturunan tidak lama setelah mereka nikah tuuh, astaghfirullah.. Jadi malah khawatir jadi penyakit hati.. 😢

Dua tahun memang bukan waktu yang lama jika dibandingkan dengan wanita hebat lain, yang Allah uji lebih lama...
Tapi juga bukan waktu yang sebentar, saat lihat wanita kuat lain, yang baru tiga atau lima bulan misalnya, tapi udah gak kalah bapernya 😀

***
Kemudian, jika penantian itu akhirnya Allah kabulkan, bahagianyaaa luar biasa..
Seperti sore itu...
Saat siangnya ditugaskan rapat di tempat yang lumayan jauh. Padahal aku bukan orang yang suka mabok kendaraan.. Biasanya sepusing apapun jarang sampe muntah, kecuali kalo badan memang sedang drop.

Dan hari itu, pulang-pergi badan sama kepala udah gak karuan rasanya. Teriakan penjual tahu malah bikin tambah pusing. Apalagi aromanya...

Sebelum sampai tujuan rasanya udah gak tahan, mau turun. Akhirnya aku memutuskan untuk turun, dan muntah lagi 😣

Penasaran dong aku, dengan gejala yang tidak biasa itu. Waktu itu juga udah telat haid seminggu, hanya belum berani di tes aja, takut malah kecewa nantinya.

Akhirnya, dengan memberanikan diri, aku ambil tespack yang sudah teegeletak berbulan-bulan lamanya itu. Saat terakhir beli tespeck itu azamku adalah "Aku gak akan dulu pake sampe aku bener-bener yakin aku terlambat. Semoga pas nanti kamu aku pake, hasilnya gak bikin kecewa"

Hingga akhirnya, Alhamdulillah Alhamdulillah Alhamdulillah... Garis dua...
Aku gak tahu harus ngapain, rasanya haru, gemeteran, pengen nangis, semua campur aduk.


Rabu, 17 Mei 2017

Edisi Liputan ke Garut (1)

Yuhuu, ini adalah tulisan yang memiliki jarak lumayan lama dengan rekan-rekannya. Jika aku harus mengatakan bahwa aku malas menulis. Bisa jadi iya, tapi jika menengok isi netbook, jelas sudah bertumpuk spam-spam yang jelas maupun yang gak jelas di sana.

Baiklah, kali ini aku ingin bercerita tentang pengalaman. Macam anak SD yang baru selesai libur semester ya.

Hmmmh, kali ini tentang tugas kenegaraan pertamaku pasca sidang skripsi. Alhamdulillah sebulan setelah sidang aku mendapat panggilan kerja. Di sebuah kantor yang ukurannya tidak terlalu besar. Gajinya pun biasa saja. Tidak terlalu fantastis. Tapi jelas harus selalu aku syukuri. Karena di luaran sana, banyak sarjana-sarjana yang masih berkeliaran mencari kerja. Tul?
Ohiya, katakanlah perusahaan tempatku bekerja ini adalah perusahaan marketing. Istilah lainnya advertising. Istilah lainnya lagi konsultan komunikasi. Atau judul besarnya Marketing Komunikasi. Aku sendiri baru tahu tentang perusahaan ini setelah masuk dan terdaftar jadi karyawan kontrak.

Kuceritakan sedikit ya, meski judulnya advertising atau marketing. Salah satu tugasnya ialah menggarap projek majalah bulanan. Media internal salah satu lembaga zakat nasional.

Nah, tugas pertamaku adalah menuju Kota Garut. Meski Garut sebenarnya memiliki jarak yang terbilang dekat dengan Bandung, tapi daerah yang satu ini sepertinya tidak begitu. Namanya Kec. Cibalong, memiliki jarak 132 kilometer dengan jarak tempuh sekitar 6 jam perjalanan menggunakan mobil dengan kecepatan normal.

Waktu itu, kami berangkat sekitar bada Ashar menggunakan mobil Avanza silver milik kantor dengan penumpang berjumlah 6 orang. Dua orang tim konten termasuk aku di dalamnya, fotografer, videografer, director foto dan video, serta sopir tentu saja.

Di tengah perjalanan (yang katanya memang benar-benar baru setengahnya) kami berhenti untuk shalat dan mengisi perut. Ini adalah dua hal penting yang tidak boleh ditinggalkan sama sekali. Setelah dua hal itu tertunaikan, kami melanjutkan perjalanan. mulai pusing dengan kondisi jalan yang berkelok-kelok akhirnya aku memutuskan untuk tidur saja. Sampai akhirnya, kita melalui jalan yang lurus dan berhenti untuk menghubungi sang Fasilitator ICD, namanya Pak Yayan. Katanya beliau akan menjemput kami. Kami tiba di sana pukul 11.30 an, dan kami harus melewati jalan berbatu, licin, gelap, dengan kiri dan kanan tebing. Setelah mobil berhenti di halaman salah satu rumah, ternyata kami harus berjalan lagi. Melewati jalanan yang licin, berbatu, jembatan gantung, dan pematang sawah yang becek. Kemudian gang sempit yang menanjak. Barulah kami samai di rumah Pak Yayan.

Dan ini baru hari pertama....
(to be continue)