Akhir-akhir ini dan mungkin untuk kedepannya aku
akan dilanda dengan perasaan GALAU dan bingung tingkat sedang untuk beberapa
waktu. Pasalnya karena percakapan dan beberapa pertanyaan dari tetangga atau
keluarga (TAK) yang dilontarkan padaku.
TAK : “ Jadi ayeuna teh bade teras kamana sakola teh?”
(jadi
kamu sekolah mau dilanjut kemana?)
Aku : “Ka Bandung” – sambil mesem-mesem-
TAK : “Nyandak jurusan naon engkena teh? Guru?”
(ngambil
jurusan apa?)
Aku : “Sanes, Jurnalistik.”
TAK : “Nya janten naon engkena eta teh?”
(
terus nantinya kamu jadi apa?)
Nguing..nguing...nguing....
Jadi bingung harus bilang apa?
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Jurnalistik adalah hal yang menyangkut
kewartawanan dan persuratkabaran. Menurut KUBI (Kamus Umum Bahasa Indonesia),
Jurnalistik adalah kegiatan untuk menyiapkan , mengedit, dan menulis surat
kabar, majalah, atau berkala lainnya.
Dari pengertian di atas apakah aku harus bilang
pada tetangga atau keluarga ku yang bertanya bahwa aku akan jadi wartawan? Atau
aku bilang bahwa aku akan bekerja di sebuah statsiun televisi swasta ?
Amiienn... tapi apa aku harus setodepoin itu?
Kan semuanya juga belum ada kepastian apakah aku akan bekerja dimana dan aku
mau jadi apa. Mungkin saja aku bekerja di sebuah redaksi majalah atau koran,
atau bekerja di sebuah kantor pemerintah, atau juga jadi dosen tentang
kejurnalistikan.(amiin)
Dan itu adalah hal yang selalu membuat aku mati
gaya jika ditanya. Iya kalo yang orangnya ngerti. Pas aku jawab paling bilang,
“ Iya, iya, bagus.... memangna seneng sama yang gitu-gitu ya?” kembali
mesem-mesem. Atau “ Kok kamu bisa milih jurusan itu sih? Nantinya mau jadi apa
coba?”, atau saat aku menunaikan tugas dari nenekku untuk mendata kependudukan,
ada juga yang bilang “ ooh, iya iya nyambung kok, kan nantinya ngurusin soal
ngedata-data kaya gini kan?” . ‘iiikkkk..... *bengong sambil garuk-garuk jidat*.
Apa-apaan? nyambung darimananya? Emangnya jurnalistik itu ilmu yang mempelajari
tentang sensus penduduk apa?
Aku maklum sih, namanya juga orang tua jaman
dulu, tinggalnya di kampung pula. Mana ada istilah jurnalistik pada masa
kejayaannya. Kalaupun ada mungkin tidak akan setenar sekarang.
Selain itu keputusanku memilih jurnalistik,
menimbulkan pro dan kontra di keluarga, kerabat, dan juga teman-teman dekatku.
Kalo mamah atau bapa sih paling komentarnya netral-netral aja, soalnya mereka
setuju-setuju aja aku mau milih jurusan apapun yang penting aku suka dan tidak
melanggar norma-norma yang berlaku. Teman-teman yang lain pun banyak yang setuju
dan mendukung. Tapi pas aku curhat sama bibiku. Padahal waktu itu aku lagi
seneng banget, karena aku lulus SNMPTN. Dan apa dia bilang coba? “ Kamu lulus
di jurnalistik?” aku manggut-manggut deh. “ Kok kamu milih jurusan itu sih?” “
Emangnya kenapa?” “ Masa depannya gak terjamin tau..”. Terus aku curhat lagi
sama temen aku. “ Aku keterima lho...!” , “ Jurnalistik? Mau jadi apa sih kamu
nantinya?”. *cubitin dia pake paku*
Kenapa sih pada gitu banget aku masuk
jurnaistik? Tapi ya terserah mereka sih mau komentar apapun itu hak mereka,
karena aku yakin ini adalah pilihan yang terbaik dari Allah. Kalo gak ada orang
yang kuliah di jurusan jurnalistik, mana ada wartawan, mana ada editor, mana
ada redaktur, mana ada dosen kejurnalistikan, ya sebenernya sih, dari jurusan
lain bisa juga. Tapi yang jelas aku yakin sekali lagi ini adalah pilihan yang
terbaik dari Allah untukku. Karena dari setiap kejadian Allah memiliki sebuah
rahasia yang telah Ia rencanakan. Apapun itu.
0 komentar:
Posting Komentar