Bunga-bunga
merah ranum itu menghiasi sebidang tanah luas milik Juragan Joyo, juragan kaya
raya di desa itu. Pohon-pohon bunga rosella itu sudah siap dipanen. Tampak beberapa wanita tua dan muda tengah
memetik bunga-bunga merah itu. Wanita-wanita itu adalah buruh yang bekerja pada
juragan Joyo. Gaji yang mereka terima sebanyak dua puluh ribu rupiah per satu
keranjang rosella yang mereka petik. Cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka
sehari-hari, karena biasanya mereka mendapatkan sekitar 3-4 keranjang setiap
harinya.
“ Bu, sudah kalau ibu sakit, ibu
istirahat saja! Biar Rose saja yang selesaikan.”
Gadis itu, Rosellina namanya. Ia
adalah anak dari seorang buruh pemetik bunga rosella di kampung Lembah Pahuan. Ayahnya
seorang saudagar dari Pakistan, hanya saja laki-laki itu tidak kembali lagi
setelah menikahi Nensi, ibu Rose. Dan hal itu membuat kehidupan Nensi dan Rose
kecil semakin sulit. Entahlah kemana perginya laki-laki tak bertanggung jawab
itu.
Tapi
Nensi bukanlah wanita yang lemah. Ia mendidk Rose agar tumbuh menjadi seorang
gadis yang kuat dan pekerja keras. Rose selalu membantu ibunya menjadi buruh
pemetik bunga rosella. Kebun rosella itu telah menjadi saksi bagaimana sepasang
ibu dan anak luar biasa itu memikul beban yang sangat berat. Ditambah semakin
hari, kondisi kesehatan ibunya semakin buruk. Penyakit Tuberculosis yang dideritanya
semakin meradang, dan akhir-akhir ini ibunya sering sekali batuk-batuk dan
muntah darah.
***
Pagi
hari Rose sudah bersiap-siap untuk pergi ke kebun rosella. Juragan Joyo adalah
pengusaha rosella yang sangat sukses. Memberikan banyak sekali lapangan
pekerjaan untuk warga sekitar. Setelah bunga-bunga rosella itu selesai dipetik,
pekerjaan para buruh lantas tidak berhenti sampai di sana. Para buruh itu
dipekerjakan kembali untuk membuat teh rosella, mengemasnya, dan mengepaknya.
Selain itu bunga-bunga rosella juga dijadikan sebagai manisan dan hasilnya dijual
ke luar kota atau dipasarkan sendiri oleh para buruh di pasar tradisional.
Dan
hari ini adalah tugas Rose untuk menyusun dan merapikan kemasan-kemasan teh
rosella yang telah selesai dikemas oleh buruh yang lain. Juragan Joyo telah
mengenal Rose dengan baik. Rose terkenal sebagai pegawai yang rajin dan sangat
profesional. Itulah sebabnya juragan Joyo memberikan kepercayaan kepada Rose
sebagai seorang mandor di perkebunannya. Rose sangat telaten sekali mengerjakan
pekerjaannya.
“ Rose...!” tiba-tiba juragan Joyo
memanggilnya. Cepat-cepat Rose bangkit dari duduknya dan menghampiri juragan
Joyo.
“ Iya, juragan?” dengan penuh hormat
Rose bertanya pada juragannya.
“ Kamu masih ingat dengan Lim?” Rose
tampak mengingat-ingat nama itu.
“ Lim? Oh, dia anak juragan kan?”
“ Iya, nanti sore Lim dan mamanya mau
datang kesini. Kamu bisa menyiapkan makanan dan segala sesuatunya?” pinta
juragan Joyo.
Lim adalah anak juragan Joyo dari
istri keduanya di Hongkong. Istri pertama juragan Joyo sudah meninggal dalam
kecelakaan kapal laut 10 tahun yang lalu. Juragan Joyo yang bertemu dengan
Nyonya Chin Yan ketika ia sedang melakukan bisnis di Hongkong. Hingga akhirnya
ia jatuh cinta dan menikahi Nyonya Chin Yan. Hanya saja, nyonya Chin Yan tidak
mau berlama-lama tinggal di Indonesia, karena di Hongkong ia pun memiliki
sebuah pekerjaan yang tidak bisa ia tinggalkan.
***
Terik
matahari membakar setiap yang ada diantara naungannya. Hari ini langit berwarna
biru bersih. Menyenangkan sekali menatapnya, jika saja tidak ada matahari yang
menyilaukan. Tapi apa jadinya langit yang bersih itu tanpa sinar matahari.
Sementara
itu Rose dan beberapa buruh lainnya tengah beristirahat. Rose duduk di bawah
pohon Lengkeng mandul itu. Menikmati bekal yang dibuatkan ibunya pagi tadi. Ibu
tidak masuk kerja hari ini, karena sakitnya sedang kumat.
“ Rosella...!” seseorang berteriak
dari kejauhan. Rose menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke sumber suara.
Orang itu menghampiri Rose.
“ Sudah kubilang, namaku bukan
rosella...” Rose menjawab sedikit ketus. Tapi orang itu nampaknya malah
kegirangan melihat reaksi Rose.
“ Kamu ngapain kesini?” Rose bertanya
basa-basi pada orang itu.
“ Suka-suka dong. Ini kan perkebunan
papa saya” ungkapnya.
“ Kamu memang tak pernah berubah Lim, nyebelin...”
Meskipun Lim lama tinggal di Hongkong,
tapi bahasa Indonesianya lancar. Maklum saja, dari kecil ia tinggal di Lembah
Pahuan ini. Lim hanya numpang lahir di Hongkong, setelah berumur setengah tahun
ia dibawa ke Indonesia dan dititipkan serta diurus oleh neneknya di Lembah
Pahuan ini.
Dari
kecil Lim memang selalu memanggil Rose dengan panggilan Rosella. Pertemuan mereka
juga bermula di kebun rosella ini. Rose dan Lim masih berusia 7 tahun. Rose
memang sudah diajak oleh ibunya ke kebun rosella dari kecil. Rose kecil sedang
asyik memetik bunga rosella, sementara keranjangnya ia taruh di bawah di
samping tempatnya berdiri. Rose kecil bahkan sampai bersenandung ria karena
saking riangnya, hari itu adalah hari pertamanya pergi ke kebun rosella. Dan ketika itulah, Lim kecil yang sedang
berlari-lari tidak sengaja menumpahkan keranjang rosella milik Rose. Tak ayal
lagi, Rose geram dan memarahi Lim.
“ Ih, dasar anak nakal. Kamu kok
numpahin rosella, Rose sih?” maki Rose, tapi anak itu malah melotot pada Rose,
tidak menyadari apa yang sudah ia perbuat. Ibu yang mendengar teriakan Rose
langsung menghampiri.
“ Ada apa Rose?”
“ Dia numpahin bunga rosella aku
bu...” ungkapnya sambil menunjuk ke arah Lim.
“ Salah kamu, kenapa nyimpen
keranjangnya di tengah jalan”
Setiap
habis bekerja memetik rosella, Rose selalu berteduh di bawah pohon lengkeng
itu. Rose menengadahkan kepala dan melihat-lihat ke atas pohon. Siapa tahu ada
buahnya.
“ Pohon lengkeng ini tidak berbuah,
Rosela...” anak laki-laki itu menghampiri Rose dan duduk di sampingnya.
“ Dari mana kamu tahu? Dan namaku
bukan rosela, anak nakal...”
“ Tadi kamu bilang Rose,
kepanjangannya rosela kan? Dan aku tahu dari nenek. Nenek bilang pohon lengkeng
ini mandul. Karena dari mulai nenek muda dulu, pohon lengkeng ini tidak pernah
berbuah sampai sekarang.”
“ Dasar sok tahu...hahaha” Rose kecil
tertawa amat lucu.
Semenjak saat itu, Lim memanggil Rose
dengan nama rosela. Dan pohon lengkeng itu menjadi tempat mereka untuk bertemu,
bermain, dan melakukan hal apapun.
“ Rosela, kamu udah punya pacar?”
tanya Lim, iseng sebetulnya. Rose melongo, dan beberapa saat kemudian tawanya
meledak.
“ Hahaha...sejak kapan Rose punya
pacar? Dalam kamus aku gak ada yang namanya pacaran. Ibu bilang gak baik. Pamali...”
dan kali ini, Lim yang balik menertawakan Rose. Mereka saling menjewer satu
sama lain.
“ Padahal tadinya aku mau nawarin kamu
untuk jadi pacarku...”ucap Lim polos. Rose jadi salah tingkah mendengar ucapan
Lim. Tapi bukan Rose namanya, jika tidak pandai menyembunyikan perasaannya.
“ Yee, emangnya dagang sayur,
ditawarin...”
Mulai
hari itu, selama Lim tinggal di Lembah Pahuan. Ia selalu datang ke tempat
peristirahatan Rose, pohon lengkeng mandul. Lim selalu mencandai Rose tentang
apapun. Mengganggu makan siang Rose. Mencuri bunga-bunga rosela yang telah
dipetik oleh Rose. Dan apapun.
***
Ibu
adalah orang yang sangat tahu tentang perasaan Rose hanya dengan sekali menatap
wajahnya. Semenjak Lim datang lagi dari Hongkong dan juragan Joyo menyuruh Rose
untuk menyiapkan segala keperluan Lim dan Nyonya Chin Yan, Rose terlihat sangat
ceria. Apalagi setelah Lim menghampirinya di pohon lengkeng tiap siang.
“ Rose, ibu tahu perasaanmu. Ibu
mengerti. Tapi ibu juga minta padamu Rose. Kamu harus tahu dan sadar diri, kita
ini siapa? Juragan Joyo itu siapa?” ibu menasihati Rose penuh kasih sayang.
Rose berbalik dan menjawab dengan gurauannya.
“ Ibu, ibu tuh ngomong apa sih? Rose
gak suka sama juragan Joyo.. hihi”
“ Lim...” ibu menegaskan, wajahnya
serius. Dan Rose terpaksa harus menanggapi itu.
“ Bu, ibu tenang saja. Rose tahu kok.
Rose juga sadar. Tapi bukankah cinta itu hak semua orang bu? Apakah orang-orang
macam kita tidak berhak merasakannya?” ucap Rose. Ibu mengelus rambut Rose
dengan halus.
“ Kamu berhak. Sangat berhak. Tapi
tidak kepada Lim. Anak seorang juragan yang sudah banyak berbaik hati pada
kita...”
“ Tapi bu, apa Rose juga tidak boleh
menyimpan perasaan ini di hati Rose? Hanya untuk Rose?” ibu menarik kepala Rose
ke dadanya. Membiarkan Rose menumpahkan semua perasaanya. Merasakan kehangatan
kasih sayangnya.
***
Dua
tahun berlalu. Lim sudah kembali ke Hongkong dengan Nyonya Chin Yan tahun
kemarin. Dan seperti janjinya pada ibu, perasaan itu hanya akan disimpan oleh
Rose dalam hatinya. Lagipula Rose juga tahu, Lim tidak akan pernah memiliki
perasaan yang sama dengannya. Lim tidak akan suka gadis sepertinya. Jika saja
selama ini Lim baik dan selalu dekat dengannya. Itu hanya karena kerendahan
hatinya dan karena Lim memang tidak memiliki teman lain di Lembah Pahuan ini.
Kalaupun waktu kecil dulu Lim pernah mengatakan ingin jadi pacarnya, itu hanya
gurauan anak kecil semata. Ia tahu betul, Lim dan dirinya tidak akan pernah
bisa bersatu. Benteng besar sangat kuat menghalangi mereka.
Ibu
semakin buruk saja keadaannya. Sejak beberapa bulan yang lalu. Ia sudah tidak
pernah lagi datang ke kebun. Semuanya Rose yang menghandle. Sore ini,
Rose baru pulang dari bekerja, setelah mandi dan bersih-bersih serta menyiapkan
makan malam, Rose menghampiri ibu yang sedang duduk di kursi ruang tengah dengan
syal melilit di lehernya.
“ Rose...” dengan suara terbatuk-batuk
ibu memanggil Rose.
“ Iya bu?”
“ Tadi keluarga Fadli datang kemari.”
“ Ada apa bu?” Fadli adalah laki-laki
yang selama ini selalu mendekati Rose.
“ Ibu rasa ia laki-laki yang baik dan
bertanggung jawab” ibu mengulum senyum. Rose sudah mengerti kemana arah
pembicaraan ibu.
“ Apa mereka membicarakan hal yang serius, bu?”
“ Apa mereka membicarakan hal yang serius, bu?”
“ Mereka ingin melamarmu Rose” Rose menghela nafas dalam.
“ Tapi bu...” bicaranya terhenti. Ada sesuatu yang mengganjal
di hatinya. Jujur saja, Rose masih mengharapkan Lim yang akan menjadi teman
hidupnya. Walaupun itu memang sangat tidak mungkin.
“ Apakah kamu masih memikirkan Lim?”
Rose tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Ibu mengerti, sangat mengerti tentang
hal itu. Tapi justru karena itulah. Ibu tidak ingin Rose terlalu memikirkan
laki-laki yang memang tidak mungkin bersamanya.
Keesokan
harinya, sebelum berangkat bekerja Rose menghampiri ibu dan berbicara serius
terlebih dahulu. Semalaman ia sudah berpikir matang-matang sampai ia tidak bisa
tidur. Rose harus bisa membuka hati untuk laki-laki lain. Lim sudah pergi dan
mungkin ia tidak akan pernah mempedulikan perasaan Rose kalaupun ia tahu itu.
Rose memutuskan untuk menerima lamaran keluarga Fadli. Ia berpikir mungkin
Fadli memang laki-laki yang dipasangkan Allah untuknya. Ia harus bisa membuka
hati.
***
Hari
itu, rumah kecil Rose sudah ramai didatangi para tetangga yang akan membantu mempersiapkan
acara pernikahan Rose dengan Fadli. Di kamar, Rose sudah didandani sedemikian
rupa oleh perias yang didatangkan oleh keluarga Fadli. Cantik, Rose terlihat
pangling. Pukul 08.00 pagi, akad nikah akan dilaksanakan secara sederhana di
rumah Rose. Rumah kecil yang berada di tepi kebun rosella.
Ibu,
Fadli, dan semua yang berada di ruangan itu, menunggu kedatangan Rose. Kreek.
Pintu kamar Rose dibuka perlahan. Semua orang menoleh. Semua terpaku melihat
Rose yang begitu cantik, dibalut dengan kabaya warna putih. Fadli dan
semua orang disana tersenyum. Satu lagi anugerah yang diberikan untuk seorang
anak manusia. Kecantikan yang datang tidak hanya dari paras yang rupawan, tapi
juga hati yang mulia. Rose didudukan di samping Fadli, yang juga sudah memakai
pakaian adat sunda. Akad nikah segera dilaksanakan. Wak Mahmud sebagai saudara
laki-laki terdekat Rose, menjadi wali nikahnya. Juragan Joyo pun turut hadir
dalam pesta sederhana itu.
Selesai
akad nikah, beberapa resepsi sederhana pun dilaksanakan. Rose tampak dengan
senyumnya yang merekah. Tampak wajah ibu tidak sepucat biasanya. Ibu juga
berbahagia, dengan kebahagiaan yang juga dirasakan oleh Rose.
***
Esok
hari setelah menikah. Rose minta izin kepada suaminya untuk pergi ke kebun rosella. Ia ingin
menikmati suasana kebun rosella, sebelum ia benar-benar akan meninggalkannya.
Rose akan tinggal bersama suaminya. Di rumah baru yang akan mereka tempati
untuk mengarungi bahtera rumah tangga.
Rose
berjalan menyusuri jalan-jalan setapak di antara pohon-pohon rosela yang baru
tumbuh sepinggang orang dewasa. Menyusuri jalan itu, hingga akhirnya sampailah
ia di tempat itu. Pohon lengkeng mandul, tempat ia dan Lim sering bersama dulu.
Rose menatap pohon itu lamat-lamat, banyak kenangan yang telah ia lalui selama
ia berada di Lembah Pahuan ini dan kenangan ketika ia bersama Lim. Rose
menengadahkan pandangannya. Dahinya mengkerut, dilihatnya sebuah kertas
terselip diantara dahan-dahan pohon lengkeng. Penasaran, lantas ia mengambil
kertas itu. Membuka, kemudian membacanya.
Untuk Rosella,
Aku tahu sebelum kamu pergi, kamu
pasti akan datang dulu ke tempat ini. Rosella tidak akan pernah terpisahkan
dari kebun ini. Dasar penjaga kebun. Kalaupun tidak, taka pa. setidaknya suatu saat kamu pasti berkunjung ke
tempat ini lagi bukan?
Selamat Rosella, kamu sekarang sudah
resmi menjadi seorang istri. Kamu cantik, kalau kamu didandanin. Tidak pernah
aku melihat wanita yang cantiknya luar dalam seperti kamu. Memang benar apa
kata orang, cantik itu tidak datang dari wajah, tapi dari hati.
Rosella, ternyata pepatah orang tua itu, tidak pernah ada yang salah.
Sering aku mendengar, bahwa penyesalan itu selalu datang terlambat. Sering pula
aku merasakan hal itu, tapi kali ini adalah penyesalan terbesar yang pernah aku
rasakan dalam hidupku. Rosella, dua tahun aku meninggalkan Lembah Pahuan ini,
aku kira tidak akan banyak yang berubah. Termasuk kamu. Aku kira, kamu akan
tetap disini, menjadi pegawai kebanggaan papa, menjadi seorang gadis galak yang
nyebelin,
tapi juga ngangenin. Tetap disini, dan pergi ke kebun ini setiap harinya, agar
aku tetap bisa menemuimu di pohon
lengkeng mandul ini. agar aku bisa melihatmu bekerja memetik bunga rosella, dan
agar aku bisa memintamu menjadi pendampingku selamanya. Tidak sebagai pacar
lagi, saat dulu aku bilang padamu waktu kecil itu.
Tapi ternyata aku salah Rosella, kamu
sudah duluan menjadi istri orang, terlebih kamu malah akan pergi dari kebun
ini. tapi tak apa Rosella, aku bahagia melihatmu bahagia. Aku senang kamu tetap
bisa tersenyum. Karena tidak ada yang lebih indah dari melihat senyummu
rosella.
Rosella,semoga kamu bahagia dengan
suamimu. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada melihat kamu bahagia
Rosella. Dan aku akan tetap menyimpan perasaan ini dalam hatiku, hanya untukku.
Lim
Tak
terasa butir-butir hangat mengalir, semakin lama semakin deras di pipi Rose,
membentuk sungai-sungai kecil, yang akhirnya jatuh. Setetes dua tetes,
membasahi kertas itu. Rose merasakan sakit di hatinya yang tidak pernah ia
bayangkan sebelumnya. Kenapa Lim baru datang dan baru menyatakan hal ini,
setelah ia menjadi istri orang lain. Andai Lim tahu. Bahwa sampai saat ini, ia
pun masih menyimpan rasa itu. Seperti
janjinya pada ibu. Ia akan menyimpan cinta untuk Lim hanya dalam hatinya,
untuknya. Ia melihat di dahan pohon lengkeng itu masih ada sebuah bungkusan.
Sebuah kotak kayu. Rose ambil kotak itu, kemudian ia buka. Air matanya kembali
menderas saat melihat apa isi kotak itu. sebuah gantungan berbentuk kotak kaca bening yang
didalamnya terdapat sebuah bunga rosella kecil yang indah.
Memang
inilah kehendak Tuhan Yang Mahakuasa. Menentukan segala skenario yang ada di
dunia ini. Baik, buruk, manis, pahit, semua sudah ia tentukan di bukunya.
“ Rose...!” terdengar seseorang
memanggilnya. Ia hafal suara itu. lekas ia hapus airmatanya. Dan memasukan
surat serta gantungan kunci itu ke dalam tasnya.
“ Sedang apa disini sayang?” Fadli
memanggilnya.
“ Eh, enggak... “ Rose menjawab ragu.
“ Yuk kita pulang, sebentar lagi kita
berangkat...” Rose mengangguk, kemudian Fadli melingkarkan tangannya ke
pinggang Rose. Mengajak Rose pulang. Rose mengangguk dan menurut. Mereka
berjalan berdua meninggalkan kebun rosella yang penuh kenangan itu. sementara
di sudut lain, Lim menatap mereka dari kejauhan. Mencoba seikhlas mungkin untuk
melepaskan semua cintanya.
“ Semoga kau bahagia Rosella...!”
***
0 komentar:
Posting Komentar